Senin, 13 September 2010

Follow Your Heart.. But, be carefull

Sebuah cerpen yang bisa jadi inspirasi :D

Pada saat itu hiduplah 2 kakak beradik yang bernama Layya dan Tiffa, mereka terpaut usia 3 tahun. Ayah mereka telah meninggal dunia saat Tiffa belum lahir dan ibu mereka seorang buruh cuci dan tukang sampah, gajinya tidak seberapa. Akhirnya Layya dan Tiffa harus membantu ibunya bekerja. Layya dan Tiffa bersekolah di negeri yang di biayai oleh pemerintah. Tiffa selalu berhati-hati untuk mengikuti kata hatinya, jika hatinya berkata tidak baik, ia tak mau mengikuti, maka Tiffa selalu tersenyum di sepanjang hidupnya, ia mengikuti kata hatinya yang selalu berkata: "Bersyukurlah pada Tuhan yang Maha pengasih dan Maha penyayang itu, jangan selalu melihat ke atas yang memiliki banyak harta, rumah besar, mobil banyak, tapi syukurilah yang jauh lebih berarti yaitu kau bisa berjalan, kau bisa bernafas, kau bisa melihat, kau bisa mencium bau, kau bisa berbicara, kau bisa mendengar, walau terkadang kau menggunakannya untuk melakukan hal yang tidak baik." Dan Tiffa tidak mau mengikuti kata hatinya yang berkata: "Untuk apa hidup kalau untuk bersusah-susah terus seperti ini." Karena ia yakin bahwa ada hikmah tersendiri di balik semua peristiwa termasuk yang sedang ia alami dari lahir sampai sekarang ini. Berbeda dengan Layya, yang tidak suka berhati-hati mengikuti kata hatinya, dia sering melakukan hal yang tidak baik karena mengikuti kata hatinya yang tidak baik. Akhirnya ia sering mengalami kesedihan, rasa marah, kesal, dan dendam. Berulang kali sang adik Tiffa dan sang ibu mengingatkan jangan seperti itu, jika kamu ikhlas menjalani ini semua suatu saat nanti kemudahan kau dapat.

Tiffa mempunyai cita-cita bertemu dengan Tuhannya, maka ia mengabdi dengan cara berusaha untuk menggapai sebuah mimpi di dunia yang mulia dan yang ia suka. Tiffa ingin menjadi seorang dokter anak. Ibunya selalu mendukung, tapi kakaknya selalu berkata: "Jangan terlalu tinggi berharap hal yang tidak mungkin, kita untuk makan saja susah, apalagi untuk biasaya masuk universitas kedokteran." Tapi Tiffa tetap tersenyum , Tiffa tak mempedulikan perkataan kakaknya.
Di setiap nafas, Tiffa selalu berusaha berbuat baik, banyak orang-orang yang memuji perilakunya, tapi ia tak pernah sombong dan berusaha lebih baik lagi. Tiffa juga sering mendapatkan ranking 1 di kelasnya karena kecerdasan spiritual, emosi, dan intelektualnya yang tinggi.

Layya tidak bisa masuk kuliah karena tidak mempunyai uang, ibunya sudah berusaha keras sekali untuk meminta tolong pada orang-orang untuk meminjamkan uang, tapi orang-orang menolaknya dengan alasan: "Anakmu yang keras kepala itu harus meraskan akibat dari perbuatan buruknya itu, aku tidak mau meminjamkan uang padanya." Hingga 3 tahun kemudian gantian Tiffa yang akan masuk kuliah, ia sangat ingin masuk universitas kedokteran yang bagus, tapi sama seperti waktu kakanya Layya ingin masuk kuliah, ibunya dan ia tidak mempunyai uang yang cukup, tapi orang-orang banyak sekali yang mau membantu, mereka berkata: "kau pantas masuk universitas yang bagus, kau anak baik dan cerdas, yakin kau bisa mencapai cita-citamu." Akhirnya Tiffa bisa masuk ke universitas yang dia inginkan itu. Dia selalu berusaha dengan baik agar menjadi sukses.

Hingga akhirnya beberapa tahun kemudian ia berhasil menjadi seorang dokter anak, ia di tawari praktek di rumah sakit temannya, yang ayahnya seorang direktur di situ. Dia sangat bersyukur pada Tuhan dan berharap bisa mempunyai tempat praktek sendiri.

Sang kakak Layya merasa sedih atas perbuatannya yang salah, tenyata ibu dan adiknya benar, ia harus selalu bersyukur dan tetap berusaha menjadi yang terbaik. Akhirnya dia mencoba untuk berhati-hati mengikuti kata hatinya dan selalu mencoba menjadi yang terbaik.

3 tahun kemudian Tiffa dapat membeli rumah dan mobil sendiri, dan ibu serta kakaknya ia juga minta tinggal di rumah barunya. Tiffa bersama ibu dan kakaknya hidup jauh lebih bahagia di banding sebelumnya, dan Tiffa selalu siap menghadapi coban yang akan nanti mungkin dia dapatkan...

The End

By: Siti Azizah Dzakirah Zayyan (Zayyan)

1 komentar: